Sejak Gereja perdana, bunga kerap kali digunakan sebagai lambang (simbol) Perawan Maria; hal ini diyakini meneruskan perumpamaan yang digambarkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, misalnya: “Bahwa akulah bunga mawar dari Sharon dan bunga bakung dari lembah (Kidung Agung 2:1). Pada zaman Gereja perdana juga diyakini bahwa setelah Maria diangkat ke surga, bunga mawar (rose) dan bunga bakung (lily) ditemukan di dalam makamnya.
Gambaran yang lebih jelas mengenai bunga sebagai simbol Perawan Maria pertama-tama dicatat oleh St. Beda pada abad VIII, yang menunjukan bunga bakung berwarna putih sebagai simbol tubuh Maria diangkat ke surga dan kepala putik berwarna keemasan sebagai simbol kecemerlangan, kemuliaan dan keagungan jiwa Maria. Pada abad XII, oleh St. Bernardus lebih banyak lagi bunga yang digunakan sebagai simbol Perawan Maria: bunga mawar untuk kebaikan-kemurahan hatinya; bunga bakung untuk kemurnian-kesucian dan kesederhanaannya; bunga lembayung (violet) untuk kerendahan hatinya, dan gillyflower emas untuk kebahagiaannya.
Bunga sebagai simbol Perawan Maria kemudian digambarkan dalam berbagai rupa, salah satunya dalam bentuk musik. Banyak komposer menggubah nyanyian, yang teksnya berasal dari tulisan yang berisi bunga sebagai simbol Perawan Maria. Turut memeriahkan Bulan Maria kali ini, Cappella Victoria Jakarta akan mempersembahkan dalam sebuah konser musik liturgis, sejumlah nyanyian polifoni suci dari akhir abad XVI (jaman late renaissance), yang bertema Perawan Maria, secara khusus melalui simbol bunga-bunga yang melambangkan keelokan pribadinya. Sebagai persembahan utama adalah Motet dan Missa “Vidi Speciosam” karya komposer dari Spanish School : Tomas Luis de Victoria.
Motet & Missa “Vidi speciosam”
Vidi speciosam merupakan teks liturgis yang bersumber dari kitab Kidung Agung (Latin: Canticum Canticorum; Inggris: The Song of Songs / Canticles), yang mana teks itu mengasosiasikan bunga bakung dari lembah, bunga mawar, dan burung merpati di atas air mengalir, dengan Perawan Maria yang cantik-jelita. Vidi speciosam merupakan Responsoria untuk Ibadat Malam (Matins) pada Hari Raya St. Perawan Maria diangkat ke Surga (15 Agustus).
Motet Vidi speciosam a6 karya Victoria digubah dalam dua bagian, yang berbentuk AB:CB (responsoria), dan disusun pada tangga nada (modus) Myxolydian untuk komposisi enam suara (CCATTB). Motet Vidi speciosam a6 gubahan Victoria pertama kali ditemukan dalam sebuah publikasi bertahun 1572; motet ini juga ditemukan di Cappella Sistina (Codex 29).
Pada tahun 1592 Victoria mempublikasikan Missae-Liber Secundus. Termasuk di dalamnya adalah sebuah missa ad imitationem atau missa parodia (parody mass), yang digubah berdasarkan motet Vidi speciosam a6: Missa Vidi Speciosam. Seperti motet tersebut, Missa Vidi Speciosam juga berkomposisi enam suara (CCATTB) dan disusun pada tangga nada (modus) Myxolydian; di dalamnya ditemukan banyak kemiripannya dengan motet tersebut.
Tomas Luis de Victoria (1548-1611)
Lahir di Avila (Spanyol) pada tahun 1548, pada usia 10 tahun Victoria menjadi anggota koor anak-anak di Katedral Avila dan mulai belajar kantus Gregorian serta teori kontrapung dan komposisi pada beberapa maestro.
Pada tahun 1567, Victoria bergabung dengan Kolese Hermanum di Roma dan belajar pada Giovanni Pierluigi da Palestrina. Setelah merampungkan studinya, pada tahun 1571 Victoria diangkat menjadi pengajar di Kolese Hermanum dan dipilih menjadi direktur musik di Seminari Roma menggantikan Palestrina. Victoria ditabiskan menjadi imam Yesuit pada tahun 1575. Setelah berkarya selama 20 tahun di Italia , Victoria kembali ke Spanyol pada tahun 1587, namun beberapa kali kembali mengunjungi Roma, antara lain untuk menghadiri pemakaman Palestrina dan mempublikasi karya-karyanya.
Hampir semua gubahan Victoria berupa musik suci (sacred music), kecuali sebuah missa, yang oleh beberapa peneliti, diyakini digubah berdasarkan sebuah chanson. Victoria menghasilkan karya-karya dengan berbagai ragam suasana. Sebuah penelitian atas sejumlah karya Victoria mengungkapkan bahwa Victoria menyusun karya-karyanya dengan gaya kontrapung yang sangat konservatif, yang sangat memperhatikan koherensi tekstur polifoni, namun tanpa melupakan ekspresi teks nyanyian yang bergerak secara dinamis.
Nyanyian Polifoni Suci (Polifonia Sakra)
Polifoni suci (sacred polyphony) merupakan sebutan untuk nyanyian gereja yang diciptakan pada jaman renaissance. Umumnya nyanyian polifoni suci berupa misa dan motet, yang biasanya dinyanyikan tanpa iringan alat musik. Nyanyian polifoni suci memiliki lebih dari satu suara – terdiri atas nyanyian pokok dan motif imitasinya – di mana setiap suara secara independen bergerak maju secara horisontal menurut interval (fugal-melismatic); berbeda dengan nyanyian homofon, di mana dalam ritme yang sama semua suara bergerak maju bersama secara vertikal menurut akord (familiar-syllabic).
Lazimnya, kombinasi komposisi fugal-familiar disesuaikan dengan pendek-panjangnya teks nyanyian. Tipe komposisi fugal banyak dijumpai dalam nyanyian yang memiliki teks relatif pendek, misalnya Kyrie, Sanctus, dan Agnus Dei; sedangkan tipe komposisi familiar dapat dijumpai pada nyanyian yang memiliki teks relatif panjang, misalnya Glória dan Credo.
Nyanyian polifoni suci lazimnya menggunakan nyanyian pokok dari Kantus Gregorian dan Madah Ambrosian, dan disusun pada tangga nada tertentu untuk mengekspresikan suasana nyanyian. Imitasi dekoratif dipasangkan pada nyanyian pokok menggunakan variasi spesies kontrapung. Pada nyanyian polifoni suci sering ditambahkan pula variasi disonan untuk membuat pergerakan makin dinamis. Tekstur musik polifoni suci disusun lebih menyatu; berbeda dengan tekstur musik organum pada jaman medieval, yang dibuat kontras.
Cappella Victoria Jakarta
Cappella Victoria Jakarta merupakan paduan suara gerejawi yang berbasis di Paroki St. Theresia. Didirikan pada akhir tahun 2005 oleh beberapa anak muda dari Paroki St. Theresia dan sejalan dengan semangat diaspora yang sedang dikembangkan saat itu, Cappella Victoria berkembang hingga kini beranggotakan 36 orang yang berasal dari 18 paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Seiring dengan perkembangan itu, Cappella Victoria kemudian berkembang menjadi paduan suara yang menyanyikan polifoni suci, salah satu bentuk nyanyian tradisi Gereja Katolik, khususnya karya Giovanni Pierluigi da Palestrina dan Tomas Luis de Victoria.
Sejak tahun 2006, Cappella Victoria menyanyikan polifoni suci secara rutin dalam perayaan ekaristi di Gereja Katolik St. Theresia dan beberapa Gereja Katolik di Jakarta. Melalui sarana nyanyian polifoni suci, yang diyakini dapat menghadirkan suasana sakral, Cappella Victoria ingin turut-serta membantu umat beriman membuka hati bagi Tuhan melalui nyanyian.
Untuk memperkenalkan nyanyian polifoni suci sebagai salah satu nyanyian tradisi Gereja Katolik, Cappella Victoria juga telah menyelenggarakan beberapa konser musik liturgis-suci secara rutin sejak tahun 2008, yaitu: “In Memoria Æterna: Sacred Polyphony of Remenbrance” (07 November 2009), “Music written for the Sistine Chapel: Missa Papæ Marceli & Miserere” (25 Juli 2009), serta “Vesperæ Beatæ Mariæ Virginis: Per Mariam ad Jesum” (18 Oktober 2008).
Selama lebih dari empat tahun, Cappella Victoria terus mengembangkan repertoar nyanyian polifoni suci hingga kini telah mencapai 60 nyanyian; umumnya merupakan karya dari komposer utama nyanyian tradisi Gereja Katolik, seperti: Palestrina (Missa Papæ Marcelli, Missa pro Defunctis, sejumlah motet), Victoria (Missa Vidi Speciosam, cuplikan Officium Hebdomadæ Sanctæ, sejumlah motet), Allegri (Miserere mei Deus dalam berbagai versi), serta Bartolucci (Missa de Angelis, sejumlah madah).
Dengan semboyan “tetap semangat” (adaptasi dari: “estote fortes et pugnate”), Cappella Victoria terus menggiatkan anggotanya untuk turut-serta dalam menghidupkan kegiatan menggereja di komunitas masing-masing, khususnya dalam bidang paduan suara.
***
O Flower of flowers, Our Lady of the May!
Thou leftest lilies rising from thy tomb:
They shone in stately and serene array,
Immaculate amid death's house of gloom.
Ah, let thy graces be sown in our dark hearts!
Thou leftest lilies rising from thy tomb:
They shone in stately and serene array,
Immaculate amid death's house of gloom.
Ah, let thy graces be sown in our dark hearts!
We would make our hearts gardens for thy dear care:
Watered from wells of Paradise ,
Watered from wells of Paradise ,
And sweet with balm winds flowing from the Mercy Seat,
And full of heavenly air:
While music ever in thy praise should play,
O Flower of flowers, our Lady of the May!
And full of heavenly air:
While music ever in thy praise should play,
O Flower of flowers, our Lady of the May!
Lionel Johnson (excerpt from “Our Lady of the May”, a May Poetry)
“Grass, flowers and clover join in her praises... laughing roses and playing blossoms... blooming hedges... rose blossoms and lily petals... valleys of roses and fields of violets... flowers shining through blooming clover... all praising the Noble Plant of Fruitful Purity.” - Song of Praise to Mary, Gottfried von Strassburg
***
“Music is not man's invention, but his heritage from the blessed spirits... Music, because instinct with rhythm and harmony, describes the very being of God... Music can affect for good or ill the body as well as the mind... Nowadays, unfortunately, music does often serve depraved ends.” - Tomás Luis de Victoria
Bagus! Saya senang kalian mempunyai banyak kegiatan yang baik.
ReplyDeleteSalam hangat dari Italia.
Shirley